Kamis, 04 Juni 2009

CerBer


“Miss On Possible”

Sebuah Operasi Rahasia yang Digelar Sepanjang Tragedi Mei 1998



Pagi 11 mei 1998, langit di Jakarta menghitam. Kepulan asap dari ban bekas dan kendaraan yang terbakar menghiasi langit ibu kota. Sementara di beberapa tempat stategis, barisan Pasukan Anti Huru Hara (PHH) semakin merapat. Meraka menembakkan gas air mata dan peluru-peluru (katanya sih peluru karet). Mereka mencoba menghalau barisan demonstran dan para wartawan foto.

Di kantor intelejen pada hari yang sama, semua radio komunikasi dan telepon terdengar sibuk. Mereka dikagetkan dengan aksi demonstrasi yang serentak terjadi hampir diseluruh wilayah strategis di ibu kota.

“Kenapa saya baru terima laporannya hari ini?” Tanya Direktur Intelejen kepada Kepala Staff Lapangannya (KSL). Ia merasa kecolongan, karena sebelumnya tidak ada satupun laporan intelejen tentang aksi demo hari ini.

“Maaf pak, kami hanya mendapat bocoran akan ada aksi besar-besaran pada Hari H. Dan kami tidak menyangka Hari H itu adalah hari ini.” Kata KSL mencoba memberi penjelasan.

“Goblok kalian!!! Coba hubungi semua agen kita dilapangan! Saya mau info up to date!” teriak Direktur Intelejen garang.

“Pak Direktur, ada informasi dari agen kita di lapangan!” seru Staff Agen dari luar ruangan.

“Cepat katakan!”

“Menurutnya Demo di Bundaran HI di Pimpin oleh Slamet, dia anak UI.”

“Anak UI? Sepertinya dia nama baru?” Tanya Direktur Intelejen.

“Bukan pak sebenarnya dia orang lama, tapi dia baru muncul saat ini.” Jelas staff tersebut.

“Ok, kirim fotonya ke agen kita yang ada di sana. Suruh dia mengawasi anak itu!” perintah pak Direktur.

“Maaf pak, kita belum punya fotonya.”

“Aku gak peduli!!! Bagaimana caranya pokoknya awasi dia, 24 jam sehari dan 7 hari seminggu, titik!!!” bentak pak Direktur sambil menggebrak meja kerjanya.

Sementara di Bunderan HI, para demonstran semakin memadati tempat itu. Mereka membentuk barisan yang sangat rapat. Sebuah kumpulan masa yang tak pernah di duga sebelumnya oleh intelejen di negeri ini. Di sudut lain, barisan PHH bersenjata lengkap siap menggulung barisan demonstran itu Mereka tinggal tunggu perintah saja. Sementara di sudut lain, seorang laki-laki sibuk membereskan botol-botol minuman di gerobak dorongnya. Ia adalah Agen X yang sedang menyamar sebagai pedagang minuman.

Tangannya sibuk membereskan botol-botol di gerobaknya, sementara matanya tetap fokus menatap barisan demonstran. Seraya memasang pendengarannya tajam-tajam, untuk menangkap segala informasi yang keluar dari ear phone yang terselip di telinga kanannya.

“Agen X, awasi pemimpin demonstran, ia bernama Umar anak UI” terdengar suara di ear phonenya.

“Semua leader di sini aku kenal baik, tidak ada yang namanya.. siapa tadi? apa tidak salah nama?” Agen X mencoba memastikan.

“Dia tidak pernah menonjol dalam gerakannya, karena itu kami tidak punya fotonya. Anda awasi saja orang yang memakai kaus Che Guevara, menurut sumber informasi itu kaus yang dipakainya saat ini.”

“Siapa?” Tanya Agen X mencoba memastikan. Karena suara dari ear phone yang didengarnya tidak bersih, sinyalnya beradu dengan gelombang radio pasukan lain.

“Kaos Che Guevara, kamu awasi saja si Che Guevara ini!”

“Ooo..Cak Govar. Kalo itu aku kenal!” Jawab Agen X lantang.

Tanpa menunggu perintah lagi Agen X, segera mendorong gerobagnya ke seberang bunderan HI. Di sana ia berhenti tak jauh dari warung sate ayam Madura “Cak Govar”.

“Ok Cak Gopar dalam jangkauan!” lapor agen X, sambil menatap tajam ke warung sate ayam Madura “Cak Govar”

“Ok X, awasi terus si Che Guevara ini” Jawab suara dari ear phone, dengan nada tenang.


Bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar